Bantahan terhadap “Pembacaan Baru Atas Al-Qur’an: Go Beyond Text” (Bagian 3)

konstektual3. Ulil menyatakan: “Pandangan Prof. Hosen ini saya anggap sangat maju dan cukup berani. Atas dasar patokan ini, kita bisa dengan mudah menilai sejumlah ayat dalam al-Qur`an yang selama ini sudah dianggap qath’i, padahal didalamnya terdapat ihtimal (kemungkinan makna) yang lain diluar makna literal yang sering dipahami dari ayat-ayat itu.” Lalu Ulil mencontohkan gagasan Munawir Sadzali yang menganggap bahwa, “pembagian warisan pola lama, anak laki-laki dapat dua sementara anak perempuan dapat satu bagian adalah tidak qath’i. Ihtimal atau keberatan yang diajukan Munawir, antara lain pembagian itu tidak adil dalam konteks sekarang, dimana beban rumah tangga dipikul bersama. Keadilan yang sudah jelas dan gamblang adalah salah satu pondasi seluruh ajaran Islam, menjadi pertimbangan pokok untuk menilai ulang ketentuan tentang hukum waris ini.” (alenia 2)

Ada banyak hal yang perlu kita luruskan:

  1. Adanya ihtimal tidak serta merta melemahkan kekuatan dalil. Syeikh Abd al-Rahman al-Muallimi ketika membantah salah satu subordinan orientalis; Mahmud Abu Rayyah, mengatakan: “Hal tersebut apabila sebuah dalil mengandung dua kemungkinan makna dan tidak ada dalil lain yang menguatkan salah satu makna. Akan tetapi kalu salah satunya rajih (unggul, kuat) maka hukum ikut dia.”[1] Inilah yang benar menurut logika dan syar’i. Adapun meninggalkan dalil karena adanya sedikit ihtimal maka ini ditolak oleh akal, apalagi jika ihtimal itu buatan atau akal-akalan, maka ini adalah tahrif, yang hakikatnya adalah takhdzib (mendustakan) dalil, sebagaimana contoh waris di atas. (more…)